Merayu (Memotivasi) Diri/Jiwa sendiri Agar Mencintai Al Qur’an
By Admin
oleh : Ust. Abdul Aziz Abdul Rauf, Lc, Al-Hafidz
nusakini.com
- “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam
surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:27-30)
Ungkapan
lembut tersebut adalah rayuan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang juga disertai
ajakan yang provokatif. Bagaimana mungkin kita tidak tergiur dengan rayuan
semacam itu?
Kita bisa
bekerja dengan keras saat jiwa kita sedang asyik dengan Al-Qur’an. Tetapi di
saat yang lain, kita mungkin mengalami kondisi keengganan yang besar, jangankan
disuruh menghafal, sekedar melihat mushaf pun sangat tidak siap.
Untuk
kondisi seperti itu, kita perlu merayu diri sendiri, merenungi kehidupan diri
kita sendiri sambil mencari bahasa apa yang dapat membangkitkan energi kita
untuk kembali bekerja: meraih cita-cita hidup bersama Al-Qur’an.
Berbagai
permasalahan umum pada diri kita saat berinteraksi dengan Al-Qur’an antara lain:
1. Kita
sadar sepenuhnya bahwa tilawah setiap hari adalah keharusan, tetapi jiwa kita
belum siap untuk komitmen secara rutin sehingga dalam sebulan, begitu banyak
hari-hari yang terlewatkan tanpa tilawah Al-Qur’an.
2. Kita
paham bahwa menghafal Al-Qur’an adalah kemuliaan yang besar manfaatnya, tetapi
jiwa kita belum siap untuk meraihnya dengan mujahadah.
3. Kita
sadar bahwa masih banyak ayat yang belum kita pahami, namun jiwa kita tidak
siap untuk melakukan berbagai langkah standar minimal untuk dapat memahami isi
Al-Qur’an.
4. Kita
sadar bahwa mengajarkan Al-Qur’an sangat besar fadhillahnya, tetapi karena minimnya
apresiasi dan penghargaan ummat terhadap para pengajar Al-Qur’an maka sangat
sedikit yang siap menjadi pengajar Al-Qur’an.
5. Kita
paham bahwa shalat yang baik - khususnya shalat malam - adalah shalat yang
panjang dan sebenarnya kita mampu membaca sekian banyak ayat, namun jiwa kita
kadang tidak tertarik terhadap besarnya fadhillah membaca Al-Qur’an di dalam
shalat.
6. Kita
sadar bahwa dakwah dijamin oleh nash Al-Qur’an dan Allah Swt akan memberikan
kemenangan, namun jiwa kita tidak sabar dengan prosesnya yang panjang sehingga
cenderung meninggalkan atau lari dari medan dakwah.
7. Kita
paham betul bahwa banyak keutamaan di dunia dan akhirat bagi manusia yang
berinteraksi dengan Al-Qur’an, tetapi fadhillah tersebut hanya menjadi
pengetahuan, tidak mampu menghasilkan energi yang besar untuk beristiqamah
dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
8. Kita
paham dengan sangat jelas bahwa semua tokoh Islam di atas bumi ini adalah
orang-orang yang telah berhasil dengan ilmu Al-Qur’an dan merekapun menguasai
kehidupan dunia, namun jiwa kita enggan mempersiapkan generasi mendatang yang
hidupnya berada di bawah naungan Al-Qur’an.
Jangan
pernah berhenti untuk merayu diri agar segera bangkit. Tanyakanlah pada diri
kita:
1. Wahai
diri, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Mengaku cinta kepada Allah Swt
tetapi tidak merasa senang berinteraksi dengan Kalam-Nya. Bukankah ketika
manusia cinta dengan manusia lain, ia menjadi senang membaca suratnya bahkan
berulang-ulang?
Mengapa
kamu begitu berat dan enggan untuk hidup dengan wahyu Allah Swt?
Adakah
jaminan bahwa kamu mendapat pahala gratis tanpa beramal shalih? Dengan apa lagi
kamu mampu meraih pahala Allah Swt? Infak cuma sedikit, jihad belum siap, kalau
tidak dengan Al-Qur’an, dengan apa lagi?
2. Wahai
jiwaku, siapa yang menjamin keamanan dirimu saat gentingnya suasana akhirat?
Padahal Rasulullah Saw menjamin bahwa Allah Swt akan memberikan keamanan bagi
manusia yang rajin berinteraksi dengan Al-Qur’an, mulai dari sakaratul maut
hingga saat melewati shirat.
3. Wahai
jiwaku, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Dengan nikmat-Nya yang demikian
banyak, yang diminta maupun tidak, tidakkah kamu bersyukur kepada-Nya,
mendekatkan diri kepada-Nya dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an?
4. Wahai
jiwaku, sadarkah kamu ketika Allah Swt dan Rasulnya mengajak dirimu
memperbanyak hidup bersama Al-Qur’an? Untuk siapakah manfaat amal tersebut?
Apakah kamu mengira bahwa dengan banyak membaca Al-Qur’an maka kemuliaan Allah
dan Rasul-Nya menjadi bertambah? Dan sebaliknya, jika kamu tidak membaca
Al-Qur’an, kemuliaan itu berkurang? Sekali-kali tidak. Semua yang kita baca dan
lakukan, kitalah yang paling banyak mendapatkan manfaatnya.
5. Wahai
jiwa, tidakkah kamu merasa khawatir dengan dirimu sendiri? Selama ini hidup
tanpa al-Qur’an, jatah usia makin sedikit, tabungan amal shalih masih sedikit,
jaminan masuk surga tak ada di tangan. Sampai saat ini belum mampu tilawah
rutin satu juz per hari, jangan-jangan Al-Qur’anlah yang tidak mau bersama
dirimu karena begitu kotornya dirimu sehingga Al-Qur’an selalu menjauh dari
dirimu.
6. Wahai
jiwa, tidakkah engkau tergiur untuk mengikuti kehidupan Rasulullah Saw dan para
sahabat serta tabiin yang menjadi kenangan sejarah sepanjang zaman dalam
berinteraksi dengan Al-Qur’an? Jika hari ini kamu masih enggan berinteraksi
dengan Al-Qur’an apa yang akan dikenang oleh generasi yang akan datang tentang
dirimu?
Ungkapan
di atas adalah perenungan bagi setiap jiwa, agar hidup kita tidak berlalu
begitu saja tanpa makna...
“….Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-nya kepadamu supaya kamu berpikir. Tentang dunia
dan akhirat…” (QS Al-Baqarah [2]: 219-220)
Semoga
Allah memberi kemampuan bagi kita semua ...
Aamiin
yaa Robbal Alamiin. (mj)